News

3 Catatan Zainul Majdi Setelah Menyelesaikan Tugas Sebagai Gubernur NTB

3 Catatan Zainul Majdi Setelah Menyelesaikan Tugas Sebagai Gubernur NTB

Jakarta, Liputan7up.com – Dua periode pimpin Nusa Tenggara Barat, Muhammad Zainul Majdi atau yang lebih diketahui dengan panggilan Tuan Guru Bajang (TGB) akhiri waktu jabatannya hari ini 16 September 2018. TGB mengharap akan semakin banyak lagi pemimpin-pemimpin dari kelompok generasi muda yang tampil di waktu yang akan hadir.

TGB juga mengutamakan pentingnya seorang pemimpin dan yang berlaku moderat dan selalu meningkatkan pemikiran moderasi.

“Moderasi adalah titik tengah. Tidak jadikan semua hal jadi berlebih-lebihan. Berikut kunci dari penatakelolaan keberagaman kita. Dengan menyemaikan pemikiran moderat di beberapa kehidupan, karena itu perseteruan bisa terhindari,” kata TGB dalam tulisannya.

Tersebut catatan TGB berkaitan 10 tahun waktu kepemimpinannya yang dibikin pada hari paling akhir waktu jabatannya:

Bismillahirrahmanirrahiim.
Assalamu’alaikum Warrahmatullohi Wabarakatuhu.

Dengan memanjatkan perasaan sukur pada Allah SWT, kerja dan karya saya sudah paripurna. Untuk itu, saya mempunyai 3 catatan terpenting yang Insya Allah bisa bermanfaat buat beberapa generasi muda baru penerus bangsa dan kita semua:

Pertama, saya dipilih menjadi gubernur pada umur muda yaitu 36 tahun. Kurang lebih mungkin di umur tersebut seorang perwira TNI atau perwira kepolisian sedang berpangkat mayor atau komisaris polisi. Bahkan juga awal mulanya saat menempati tempat menjadi Anggota DPR RI, umur saya baru 32 tahun.

Sesudah merampungkan waktu jabatan 10 tahun di NTB, nyatanya Alhamdulilah masih termasuk juga muda. Waktu ini Alhamdulilah sudah ada semakin banyak generasi muda yang berhasil menempati jabatan-jabatan publik yang diambil baik di eksekutif ataupun legislatif. Bahkan juga saat ini ada partai-partai politik yang di pimpin oleh generasi baru dengan pemikiran-pemikiran fresh seperti PKPI dan PSI. Saya meyakini dengan seiring berjalannya waktu, akan semakin banyak lagi generasi muda yang akan jadi pimpinan-pimpinan parpol.

Mengawali berkarya dan mengabdi buat nusa-bangsa yang diawali di umur muda dan produktif akan meningkatkan rentang waktu dedikasi kita bila disertai dengan kemauan bersih dan ketekunan untuk mengabdi pada masyarakat.

Rintangannya adalah potensi generasi muda untuk menyerap dan belajar dari pengalaman dari beberapa tokoh terbaik bangsa. Sering semangat progresivitas golongan muda meluncur terlalu kencang sehingga lepas dari prinsip ketelitian dan tentu saja kebijaksanaan atau wisdom untuk bisa lihat beberapa persoalan dengan lebih menyeluruh dan mendalam untuk kemaslahatan publik. Bukan sekedar berlomba menguber popularitas atau terbenam ke kebutuhan sempit periode pendek.

Ke-2, jadi petinggi publik yang diambil rakyat baik bupati, wali kota, gubernur, sampai presiden dan wapres termasuk juga anggota instansi kedewanan itu tidak ada sekolahnya. Tidak ada sekolah gubernur atau bupati. Tidak ada pula sekolah anggota DPR.

Oleh karena itu, sinergitas pada elected public official dengan birokrasi jadi begitu terpenting. Pemimpin politik menghidupkan ideologi dan menyemaikan pemikiran-pemikiran besar, lalu susunan birokrasi lah yang menjalankannya. Di sinilah letak peranan kepemimpinan dan komunikasinya yang demokratis dan efisien jadi kunci utama. Praktek tata kelola pemerintahan efisien yang digerakkan pemerintah NTB bersama dengan pemerintah pusat sudah berjalan begitu baik. Insya Allah, apakah yang sudah digerakkan di NTB bisa jadi bahan input dan evaluasi buat pelaku-pelaku politik pemerintahan saat ini dan masa depan.

Dalam konteks nasional, bangun pemerintahan efisien dan demokratis sudah dicontohkan oleh beberapa pemimpin kita termasuk juga Presiden Joko Widodo.

Ke-3 dan paling akhir, seperti yang selalu dikatakan oleh Ayah Presiden Joko Widodo jika Indonesia dianugerahi dengan keberagaman baik dengan budaya atau dengan kewilayahan. Padatnya keragaman, tingginya ketidaksamaan, disertai dengan penyebaran masyarakat di beberapa puluh ribu pulau merupakan karunia sekaligus juga rintangan buat Indonesia. Padat dan tingginya keberagaman sering membuat kita terjerat dalam situasi perseteruan. Di sinilah pentingnya pemikiran moderasi.

Moderasi adalah titik tengah. Tidak jadikan semua hal jadi berlebih-lebihan. Berikut kunci dari penatakelolaan keberagaman kita. Dengan menyemaikan pemikiran moderat di beberapa kehidupan, karena itu perseteruan bisa terhindari. Sebelum kita melebihi batas kanan-kiri yang terlalu jauh, karena itu dengan sadar kita butuh menyiapkan apakah yang dikatakan sebagai jalan tengah atau moderasi itu.

Berikut yang saat ini terbangun di NTB yang lagi-lagi bisa jadi ide buat semua warga Indonesia. Moderasi bangun toleransi, dan toleransi adalah landasan basic kolektif kita untuk bergotong-royong untuk kebutuhan dan perkembangan bersamanya.

Wassalamu’alaikum Warrahmatullohi Wabarakatuhu.

Mataram, 16 September 2018
Dr. TGH M. Zainul Majdi

To Top